Jangan Sampai Salah! Berikut Perbedaan Mudik dan Pulang Kampung

 

Foto sumber Google/nanda

Reporter : Afri Dwi Firdinanda                              Editor      : Mega

EMPAT LAWANG – Pulang kampung dan Mudik ialah salah satu tradisi masyarakat di Indonesia setiap Hari Raya atau Hari Besar, Natal dan Tahun Baru.

Istilah mudik dan pulang kampung kerap kali di artikan memiliki arti yang sama, akan tetapi menurut para ahli bahasa keduanya berbeda.

Lantas apa sih bedanya antara Mudik dan Pulang Kampung itu sendiri?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti kata mudik merupakan berlayar atau pergi ke udik (Hulu Sungai, Pedalaman) atau pulang ke kampung halaman.

Sedangkan arti dari Pulang Kampung sendiri yaitu kembali ke kampung halaman.

Melansir dari detik.com, menurut Prof. Dr. Rahayu Surtiati Hidayat ahli bahasa Indonesia di Universitas Indonesia (UI) juga merupakan Guru Besar Linguistik, Fakultas Ilmu Budaya UI memiliki pendapat bahwa istilah Mudik dan Pulang Kampung itu berbeda.

Mudik yang diartikan dengan pulang ke kampung merupakan bahasa percakapan.

“Memang beda arti mudik dengan pulang kampung. Biasanya pembaca kurang cermat. Di KBBI tertulis v cak. Cak itu berarti percakapan,” ujar Prof Rahayu dalam perbincangan dengan detikcom.

Sambungnya, bahasa percakapan anti kaidah. Sebab arti pulang kampung beda dengan mudik namun kerap dipakai dalam bahasa percakapan.

Dilansir dari catatan detik.com, berikut perbedaan antara mudik dan pulang kampung menurut para ahli ketika dimintai pendapatnya:

Menurut DR. Devie Rahmawati, Dosen dan Peneliti Tetap Program Vokasi Humas UI

Menurut Devie, secara praktik mudik menjadi dekat dengan tradisi para migran yang kembali ke kampung setahun sekali dan biasanya bertepatan dengan perayaan hari keagamaan seperti Lebaran. Sedangkan pulang kampung dapat dilakukan tidak hanya setahun sekali.

Berikut pernyataan lengkap Devie:

A. Sejak kapan tradisi mudik ini terjadi?

• Diduga, tradisi mudik muncul pada 1970-an. Menyitir temuan Maman Mahayana, dalam kamus-kamus yang terbit sebelum tahun 70-an, mudik belum diartikan sebagai pulang kampung. Mudik diartikan berlayar ke udik atau pergi ke hulu sungai.

• Barulah pada kamus Bahasa Indonesia yang terbit pada tahun 1976, mudik yang bermakna pulang kampung muncul.

B. Mengapa ada tradisi mudik?

• Melihat bagaimana mudik baru muncul setelah tahun 70-an, bertepatan dengan masa pembangunan Orde Baru, kurang lebih kita dapat melihat mudik sebagai dampak pembangunan Indonesia yang terpusat di Jakarta. Terjadinya pemusatan pembangunan di Jakarta menyebabkan pemusatan penduduk usia produktif serta aktivitasnya;

• Di sisi lain, pemusatan penduduk ini tidak serta-merta menghilangkan sentimen penduduk terkait terhadap daerah asal kelahirannya–tempat keluarganya berada. Akhirnya terciptalah tradisi dalam setahun sekali para penduduk pulang ke desa, tradisi ini kemudian dikenal sebagai mudik.

C. Jadi dari penjelasan di atas, secara praktik memang mudik menjadi dekat dengan tradisi para migran yang kembali ke kampung setahun sekali, yang biasanya bertepatan dengan perayaan hari keagamaan seperti lebaran. Sedangkan pulang kampung dapat dilakukan tidak hanya setahun sekali.

Menurut Prof. Effendi Gazali, MPS ID., Ph.D, Peneliti Komunikasi sekaligus Pengajar dan Pembimbing Disertasi di Program Pascasarjana UI

Effendi ikut versi KBBI tentang perbedaan mudik dan pulang kampung. Arti kata mudik ada dua. Pertama, pulang ke hampung halaman. Kedua berlayar, pergi, ke udik (hulu sungai, pedalaman).

“Artinya barangkali Presiden kita punya cukup data bahwa yang sudah banyak meninggalkan kota-kota besar itu bukan pulang ke kampung halaman. Tapi mereka memang pergi ke udik (hulu sungai, pedalaman),” ujar alumnus Cornell University ini.

“Saya ikut KBBI versi terbaru saja. Arti kata “mudik” ada 2. Satu: pulang ke hampung halaman. Dua: berlayar, pergi, ke udik (hulu sungai, pedalaman). Artinya barangkali Presiden kita punya cukup data bahwa yang sudah banyak meninggalkan kota-kota besar itu bukan pulang ke kampung halaman. Tapi mereka memang pergi ke udik (hulu sungai, pedalaman),” jelas Effendi.

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *